AGROSAINS: Pemanfaatan Metabolit Sekunder APH Sebagai Pengendali Penyakit Karat Daun Pada Tanaman Coffea arabica



P
emanfaatan Metabolit Sekunder APH Sebagai Pengendali Penyakit Karat Daun Pada Tanaman Coffea arabica
Oleh :
                                                                    Kelompok 4
Asiyah Handayanti (160210104022)
Dyah Intan Prismasari (160210104016)
Erin Wardhani (160210104020)
Rini Indayani (160210104014)
Sylvia Rimbanita P. (160210104024)


Latar Belakang
            Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Jember, Totok Hariyanto, Kamis (29/11/2012), mengatakan sebanyak 500 ribu bibit kopi arabika dibagikan kepada petani dan kelompok tani yang tinggal di lereng Pegunungan Argopuro.  "Kami akan mengembangkan perkebunan kopi arabika seluas 500 hektare dengan memberikan bibit kopi gratis kepada kelompok tani yang berada di lereng Argopuro karena daerah itu cocok untuk pengembangan budidaya kopi arabika," tuturnya, Kamis (29/11/2012).
            Menurut beliau, pengembangan budidaya kopi arabika juga berfungsi untuk mengurangi tanah longsor yang sering terjadi di lereng Argopuro, sekaligus memberikan penghasilan ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat setempat.   "Tahun depan, Pemkab Jember akan mengembangkan perkebunan kopi seluas 2.000 ha yang dibagi menjadi dua cluster yakni cluster pertama diperuntukkan untuk kebun kopi Arabika di lereng Argopuro dan cluster kedua untuk kopi robusta yang dikembangkan di Kecamatan Silo," paparnya.
            Di sisi lain terdapat penyakit karat daun kopi, dimana penyakit tersebut merupakan penyakit utama pada tanaman kopi, terutama pada kopi arabika. Penyakit ini muncul pertama kali pada pada tahun 1870 di Brazil. Di Indonesia penyakit ini mulai muncul pada tahun 1885, dan mengakibatkan penurunan produktivitas kopi.

Penyebab Penyakit Karat Daun Pada Tanaman Kopi
            Penyakit karat daun disebabkan oleh jamur patogen Hemilia vastatrix. Gejala penyakit berwarna kuning di permukaan bawah daun, yang ditutupi oleh noda kuning pucat dengan sporulasi jelas.   Hemilia vastatrix termasuk dalam cendawan filum Basidiomycetes.
            Cendawan ini mempunyai siklus hidup sederhana.  Spora yang menempel pada daun akan berkecambah dan secara cepat akan menginfeksi daun melalui stomata pada permukaan daun bagian bawah. Dalam waktu 10-20 hari, permukaan daun bagian bawah akan terbentuk spora baru dan akan keluar dari stomata. Badan buah pembentuk spora dapat menghasilkan kurang lebih 70.000 spora dalam waktu 3-5 bulan sebagai sumber penular penyakit yang sangat potensial. Karena kopi merupakan tanaman tahunan, pembentukan daun berlangsung sepanjang tahun sehingga memungkinkan jamur tersebut hidup dan terus berkembang setiap saat (Sukamto, 1998).

Pertumbuhan Jamur Patogen Hemilia vastatrix
            Gejala penyakit yaitu pada sisi bawah daun terdapat becak-becak yang semula berwarna kuning muda, kemudian menjadi kuning tua , terbentuk tepung berwarna jingga cerah yang terdiri dari urediospora jamur Hemilea vastarix. Menurut Agrios pada serangan berat pohon tampak kekuningan, daunnya gugur akhirnya  pohon menjadi gundul. Jamur membentuk spora dalam jumlah banyak kemudian terjadi penetrasi ke dalam jaringan daun. Infeksi terjadi melalui permukaan bawah daun. Perkecambahan spora memerlukan air. Lama waktu perkecambahan tergantung dari suhu. Pada suhu optimum 21-15 Celcius diperlukan waktu 1-3 jam untuk berkecambah. Faktor yang  mempengaruhi perkembangan patogen yaitu, air berperan dalam penyebaran penyakit, angin berperan dalam penyebaran spora, umur daun menentukan kerentanan terhadap penyakit, dan pohon atau cabang yang berbuah lebat lebih rentan. Pengendalian penyakit meliputi, penggunaan varietas kopi yang tahan, penggunaan mikrobia yang bersfat berlawanan, yaitu bakteri Bacillus thuringienesis dan jamur Verticilium hemileia, dan menggunakan fungisida (Defitri, 2016)

Dampak pada tumbuhan
            Akibat dari penyakit ini daun mengering dan gugur, sehingga mengakibatkan tanaman menjadi gundul. Kondisi ini dapat memperlemah tanaman sehingga terjadi pembentukan buah secara berlebihan yang disebut overbearing, tanaman akan kehabisan pati di dalam akar dan ranting-ranting, akibatnya akar dan ranting mati, bahkan pohon dapat mati (Semangun, 1996). 
                                                                 
Dampak  pada perekonomian
            Dapat menurunkan nilai tambah dari produk pertanian, bahkan sampai kepada peningkatan kesejahteraan hidup petani atau pekebun. Bahkan tidak jarang serangan jamur Hemilia vastatrix mengakibatkan kegagalan panen. Oleh karena itulah, diperlukan tindakan pencegahan dan pengengelolaan jamur Hemilia vastatrix agar masalah pada pertanaman dapat ditekan atau diatasi.

Solusi
            Untuk pencegahan penyakit penyakit karat daun dapat menggunakan metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang tidak secara langsung terlibat dalam pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme secara normal dan dibentuk selama akhir atau mendekati tahap stationer pertumbuhan. Metabolit sekunder dapat dihasilkan oleh jamur-jamur endofit, serta bermanfaat untuk mengendalikan patogen tanaman. Metabolit sekunder yang dihasilkan dari suatu proses metabolisme dapat berupa antibiotik, hormone, enzim, toksin, senyawa volatile, pengurai fosfat, dll. Metabolit sekunder dalam tanaman selain mampu mengendalikan OPT juga berperan dalam memperlambat perkecambahan spora, melindungi pertumbuhan awal tanaman, sebagai pelindung tanaman dari dalam, dapat memperkuat jaringan, menyediakan pasokan nutrisi serta merangsang dan menghasilkan pengatur tumbuh (Soesanto, 2016).
            Verticillium lecanii merupakan salah satu antagonis yang berpotensi menjadi agensia pengedalian hayati (Ginting, 2007). V. lecanii termasuk dalam devisi Deuteromycotina: Hyphomycetes. Cendawan dalam kelas ini mempunyai paling banyak spesies yang mampu menyebabkan penyakit pada serangga hama. Cendawan V. lecanii dapat digunakan untuk mengendalikan serangga hama terutama dari ordo Homoptera dan Hemiptera.

Pengendalian Karat Daun Kopi dengan Metabolit Sekunder APH (Agen Pengendali Hayati)

·        Pembuatan metabolit sekunder dari jamur Verticillium lecanii
            Cendawan V. lecanii mudah tumbuh pada berbagai media, terutama pada medium potato dextrose agar (PDA) dan beras. Di dalam cawan petri, diameter koloni dapat mencapai 4–5,50 cm pada 3 hari setelah inokulasi. Koloni cendawan berwarna putih pucat. Dua hari setelah inokulasi, cendawan sudah mampu memproduksi konidia. Kumpulan konidia ditopang oleh tangkai konidiofor yang membentuk pialid (whorls) seperti huruf V. Setiap konidiofor menopang 5−10 konidia yang terbungkus dalam kantong lendir. Konidia berbentuk silinder hingga elip, terdiri atas satu sel (Prayogo, 2005).
            Isolasi Verticillium dilakukan dengan mengambil miselium berwarna keputihan tersebut dengan jarum steril dan memindahkannya ke cawan petri yang mengandung PDA-asam laktat (PDA-L). Inkubasi dilakukan pada suhu 23–26ºC dengan periode cahaya 12:12 jam. Kultur murni dibuat dengan metode ujung hifa (hyphal tips) dan disimpan pada agar miring yang mengandung media PDA. Pada akhir inkubasi kultur disaring dengan tiga lapis kain kasa steril untuk memperoleh suspensi konidia. Konsentrasi disesuaikan menjadi 107 konidia ml-1 dengan aquades steril. Pada Percobaan 2 dan 3, untuk memproduksi konidia V. lecanii yang ditumbuhkan pada media padat PDA-L. Cuplikan miselium ditumbuhkan pada media PDA-L pada suhu 23 – 26 oC selama 7 hari. Konidia dipanen dan disiapkan suspensi konidia (107ml-1) pada aquades steril. Cakram daun kopi berdiameter 2 cm disemproti dengan suspensi konidia agensia hayati yang telah disiapkan tersebut (Ginting, 2007).




DAFTAR PUSTAKA
Defitri, Y. 2016. Pengamatan Beberapa Penyakit Yang Menyerang Tanaman Kopi (Coffea Sp)   Di     Desa Mekar Jaya Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Jurnal Media Pertanian. Vol. 1(2): 78-84.

Ginting, C., & Mujim, S. (2007). Efikasi Verticillium lecanii untuk mengendalikan penyakit karat pada cakram daun kopi di Laboratorium. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika7(2), 125-129.

Prayogo, Yusmani dan Suharsono. (2005). Polong Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium lecaniiJurnal Litbang Pertanian24(4), 123.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada Press: Yogyakarta.

Sukamto, S. 1998. Pengelolaan Penyakit Tanaman Kopi. Kumpulan Materi Pelatihan Pengelolaan Organisme Pengganggu tanaman Kopi. Puslitkoka: Jember.